Background

SHIFT PARADIGM

BAB I PENDAHULUAN 

Latar Belakang 

Shift dalam bahasa Indonesia adalah pergeseran atau perubahan. Sedangkan paradigm adalah pandangan hidup. Shift paradigm adalah berubahnya aspek-aspek kehidupan dan cara berpikir manusia. 

Pandangan kaum Induktivisme dan Falsifikanisme tentang ilmu, yang hanya memusatkan perhatian pada relasi antara teori dan observasi, dan telah gagal memperhitungkan kompleksitas yang terdapat dalam teori ilmiah yang urgen. Baik itu pada penekanan kaum induktifis naif yang menarik teori secara induktif dari hasil observasi, maupun kaum falsifikasi yang menarik dari hasil reduksinya. 

Dengan teori general dan koheren, konsep akan dapat memperoleh makna yang tepat dan memungkinkan memenuhi kebutuhan untuk berkembang lebih efisien. Karena di dalamnya terdapat petunjuk dan keterangan mengenai bagaimana seharusnya teori (ilmu) dikembangkan secara luas. 

Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. 

Adapun Skema progress Sains menurut Khun sebagai berikut : 

Praparadigma-prasscience – Paradigma-Norma Science—Anomali Kritis – Revolusi Paradigma Baru – Ekstra ordinary Science. 

Konsep sentra Khun dalam bukunya “The Structure of Science Revololution” adalah Paradigma yang merupakan elemen primer dalam progress Sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun sekitar paradigma dasar. Paradigma itu memungkinkan seorang ilmuan untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya dan menuntut adanya revolusi paradigmatic terhadap ilmu tersebut. 

Permasalahan 

Apa itu shift paradigm? 

Tujuan dan Manfaat 

Melalui karya tulis ini diharapkan bisa mengetahui apa itu shift paradigm. 




BAB II PEMBAHASAN 

Pengertian Paradigma 

Pengertian paradigma menurut kamus filsafat: 

1. Cara memandang sesuatu. 

2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan dijelaskan. 

3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan menentukan atau mendefinisikan suatu study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu. 

4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset. 

Adapun beberapa definisi paradigma menurut para ahli diantaranya adalah: 

· Kuhn, Kuhn menggunakan paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-teki yang kongkrit yang jika digunakan sebagai model, pola, atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih tersisa. Paradigma merupakan suatu keputusan yudikatif dalam hukum yang tidak tertulis. (The Structure of Science Revolution). 

· Denzin & Lincoln (1994:105) mendefinisikan paradigma sebagai: “Basic belief system or worldview that guides the investigator, not only in choices of method but in ontologically and epistomologically fundamental ways.” Pengertian tersebut mengandung makna paradigma adalah sistem keyakinan dasar atau cara memandang dunia yang membimbing peneliti tidak hanya dalam memilih metoda tetapi juga cara-cara fundamental yang bersifat ontologis dan epistomologis. Secara singkat, Denzin & Lincoln (1994:107) mendefinisikan “Paradigm as Basic Belief Systems Based on Ontological, Epistomological, and Methodological Assumptions.” Paradigma merupakan sistem keyakinan dasar berdasarkan asumsi ontologis, epistomologis, dan metodologi. Denzin & Lincoln (1994:107) menyatakan: “A paradigm may be viewed as a set of basic beliefs (or metaphysics) that deals with ultimates or first principle.” Suatu paradigma dapat dipandang sebagai seperangkat kepercayaan dasar (atau yang berada di balik fisik yaitu metafisik) yang bersifat pokok atau prinsip utama. 

· Guba (1990:18) menyatakan suatu paradigma dapat dicirikan oleh respon terhadap tiga pertanyaan mendasar yaitu pertanyaan ontologi, epistomologi, dan metodologi. 

Dengan mengacu pandangan Guba (1990) dan Denzin & Lincoln (1994) dapat disimpulkan paradigma adalah sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi atau dengan kata lain paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas. 

· Sedang Salim (2001:33), yang mengacu pandangan Guba (1990), Denzin & Lincoln (1994) menyimpulkan paradigma merupakan seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Atau seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan-tindakan kita baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah. Dalam bidang ilmu pengetahuan ilmiah paradigma didefinisikan sebagai sejumlah perangkat keyakinan dasar yang digunakan untuk mengungkapkan hakikat ilmu pengetahuan yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. 

· Dalam komunitas Sosiologi, definisi paradigma yang banyak digunakan mengacu pada definisi dari George Ritzer. Menurut Ritzer dalam buku: Sociology A Multiple Paradigm Science (1975): paradigma merupakan gambaran fundamental tentang pokok permasalahan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma membantu memberikan definisi tentang apa yang harus dipelajari, pertanyaan apa yang harus dikemukakan, bagaimana pertanyaan itu dikemukakan, dan peraturan apa yang harus dipatuhi dalam menginterpretasi jawaban yang diperoleh. Paradigma merupakan suatu konsensus yang paling luas dalam suatu ilmu pengetahuan dan membantu membedakan satu komunitas ilmiah (atau subkomunitas) dari yang lain. Paradigma memasukkan, mendefinisikan, dan menghubungkan eksemplar, teori, metode, dan instrumen yang ada di dalamnya (Ritzer, 1975 dalam Lawang, 1998:2). 

Dengan demikian definisi paradigma Ritzer mengandung tiga asumsi mendasar yang sama dengan definisi paradigma dari Guba, Denzin & Lincoln, yaitu asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi. 

· Menurut Creswell (1994: 6), paradigma merupakan landasan untuk mencari jawaban atas lima pertanyaan mendasar, yaitu ontologi, epistomologi, aksiologi, retorika, dan metodologi. Aksiologi adalah jawaban atas pertanyaan apa peranan nilai, sedang retorika adalah jawaban atas pertanyaan apa bahasa yang digunakan dalam penelitian. 

Contoh Kasus Shift Paradigm 

· Mohandas Gandhi mengalami pergeseran paradigma di Afrika Selatan, melihat visi India merdeka, kembali ke India, memakai nama baru Mahatma Gandhi berjuang dengan konsep satyagraha, menganut metode non-violence, hidup bersahaja, vegetarian, mandiri total, dan menjadi hati nurani India pada zamannya. 

· Simon penjala ikan mengalami pergeseran paradigma di depan Kristus, diberi nama baru Petrus (dari kata petra, bahasa Yunani, artinya batu karang), menjadi penjala manusia, menggembalakan domba-domba Kristus, menghayati hidup penuh cinta kasih seperti Kristus, bahkan akhirnya mati disalib dengan kepala di bawah. 

· Cat Steven, penyanyi Inggris terkenal, menerima paradigma Islam, kemudian mengubah namanya menjadi Yusuf Islam, meninggalkan gaya hidup lama sebagai artis, makan dan minum cara Islami, berjubah dan berkopiah putih ala Arab. 

· Soekarno, mengalami pergeseran paradigma tatkala ia sekolah di HBS Surabaya saat tinggal di rumah tokoh pergerakan HOS Cokroaminoto, melihat visi Indonesia merdeka, menjuluki dirinya sebagai penyambung lidah rakyat Indonesia, kelak digelari lagi sebagai pahlawan besar revolusi, berjuang dengan falsafah marhaenisme, merumuskan Pancasila, dan menjadi aktor sentral membebaskan 70 juta rakyat Indonesia dari fasisme Jepang dan sisa-sisa imperialisme Belanda pada tahun 1945. 

· Fred Smith, menyadari paradigma baru tentang bisnis parcel ketika ia duduk di sekolah bisnis, melihat visi parcel overnight express, mendirikan Federal Express, merumuskan rule of the game yang baru dalam industrinya, dan menjadi pemain utama industri itu sekarang. 

· Steve Job dan Steve Wozniak, menyadari paradigma baru personal computer justru oleh karena keterbatasan mereka, melihat visi baru industri PC (tanpa harus membuat chip sendiri), melahirkan Apple Computer, sempat merajai bisnis PC, menampilkan gaya bekerja non-konvensional. 

· Bill Gates menyadari paradigma baru komputer mini telah tiba dan karenanya memutuskan untuk mundur dari Harvard University tahun 1977, dan bersama kawannya Paul Allen melihat visi komputer di setiap meja rumah, memutuskan untuk menekuni software yang user friendly, mendirikan Microsoft, bekerja tidak kenal waktu, mempelopori etos kerja 7 jam di rumah (maksudnya di kantor 17 jam dan pulang hanya untuk tidur beberapa jam, dan tiba kembali di kantor sebelum 7 jam waktu rumah habis) merombak rule of the game industri komputer dari hardware-oriented ke software-oriented berbasis PC yang makin lama makin canggih, user friendly, tapi semakin murah. Hal-hal di atas membuat Microsoft menjadi panglima industri komputer dan sekalian menumbangkan IBM dari kepanglimaannya, yang sekitar 10 tahun sebelumnya disebut-sebut sebagai perusahaan terbaik di dunia yang tak mungkin bangkrut. 

· Syaykh Abdussalam Panji Gumilang menggagas dan mengaplikasi paradigma baru pendidikan pesantren yang sebelumnya terkesan kumuh menjadi modern (pesantren spirit but modern system) dengan motto pusat pendidikan dan pengembangan budaya toleransi dan perdamaian. Mengubah nama pesantren menjadi ma’had, Ma’had (Pesantren) Al-Zaytun. Melepas kebiasaan santri pakai sarung dengan memakai double dress lengkap dengan dasinya. Membangun fasilitas belajar dan asrama dengan berbagai fasiltas modern. 

Pandangan Kuhn Tentang Perkembangan Ilmu (open ended) 

Kuhn melihat adanya kesalahan-kesalahan fondamental tentang image atau konsep ilmu yang telah dielaborasi oleh kaum filsafat ortodoks, sebuah konsep ilmu yang dengan membabi-buta mempertahankan dogma-dogma yang diwarisi dari Empirisme dan Rasionalisme klasik. Dalam teori Kuhn, faktor Sosiologis Historis serta Phsikologis mendapat perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya, yang dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasonalis dan empiris klasik. 

Kuhn memberikan image atau konsep sains alternatif dalam outline yang ia gambarkan dalam beberapa stage, yaitu : 

Pra paradigma – Pra ilmu – Paradigma-Normal Science – Anomali-Krisis – Revolusi-Paradigma Baru-Ekstra ordinary Science – Anomali-Krisis – Revolusi. 

1. Pra Paradigma-Pra Ilmu 

Pada stage ini terdapat persetujuan yang kecil bahkan tidak ada persetujuan tentang subjeck matter, problem-problem dan prosedur di antara para ilmuwan yang bersaing, karena tidak adanya suatu pandangan tersendiri yang diterima oleh semua ilmuan tentang suatu teori (fenomena), maka aktivitas-aktivitas ilmiah pada stage ini dilakukan secara terpisah dan tidak terorganisir. Sejumlah aliran yang bersaing, kebanyakan diantara mereka mendukung satu atau lain varian dalam teori tertentu, misalnya tentang sifat cahaya. Teori Epicurus, teori Aristoteles, atau teori Plato, satu kelompok menganggap cahaya sebagai partikel-partikel yang keluar dari benda-benda yang berwujud; bagi yang lain cahaya adalah modifikasi dari medium yang menghalang di antara benda itu dan mata; yang lain lagi menerangkan cahaya sebagai interaksi antara medium dan yang dikeluarkan oleh mata; di samping itu ada kombinasi dan modifikasi lain yang masing-masing aliran mendukung teorinya sendiri-sendiri. Sehingga sejumlah teori boleh dikatakan ada sebanyak jumlah pelaksanaannya di lapangan dan setiap ahli teori itu merasa wajib memulai dengan yang baru dan membenarkan pendekatannya sendiri. 

Walaupun aktifitas ilmiah masing-masing aliran tersebut dilakukan secara terpisah, tidak terorganisir sesuai dengan pandangan yang dianut halini tetap memberikan sumbangan yang penting kepada jumlah konsep, gejala, teknik yang dari padanya suatu paradigma tunggal akan diterima oleh semua aliran-aliran ilmuan tersebut, dan ketika paradigma tunggal diterima, maka jalan menuju normal science mulai ditemukan. 

Dengan kemampuan paradigma dalam membanding penyelidikan, menentukan teknik memecahkan masalah, dan prosedur-prosedur riset, maka ia dapat menerima (mengatasi) ketergantungan observasi pada teori. 

2. Paradigma Normal Science 

Para stage ini, tidak terdapat sengketa pendapat mengenai hal-hal fundamental di antara para ilmuan sehingga paradigma tunggal diterima oleh semuanya. Dan hal inilah merupakan ciri yang membedakan antara normal science dan pra science. Paradigma tunggal yang telah diterima tersebut dilindungi dari kritik dan falsifikasi sehingga ia tahan dari berbagai kritik dan falsifikasi. 

Paradigma yang membimbing eksperimen atau riset ilmiah tersebut memungkiri adanya definisi yang ketat, meskipun demkian, didalam paradigma tersebut tercakup : 

Beberapa komponen tipikal yang secara eksplisit akan mengemukakan hukum-hukum dan asumsi-asumsi teoritis. Dengan demikiann, hukum “gerak” Newton membentuk sebagian paradigma Newtonian. Dan hukum “persamaan” Maxwell merupakan sebagian paradigma yang telah membentuk teori elektromagnetik klasik. 

Beberapa cara yang baku dalam penggunaan hukum-hukum fundamental untuk berbagai tipe situasi. 

Beberapa instrumentasi dan teknik-tekniknya yang diperlukan untuk membuat agar hukum-hukum paradigma itu dapat bertahan dalam dunia nyata dan di dalam paradigma itu sendiri. 

Beberapa prinsip metafisis yang sangat umum yang membimbing pekerjaan di dalam suatu paradigma. 

Beberapa keterangan metodologis yang sangat umum yang memberikan cara pemecahan teka-teki science. 

Normal science melibatkan usaha terperinci dan terorganisir untuk menjabarkan paradigma dengan tujuan memperbaiki imbangannya dengan alam (fenomena) dengan memecahkan teka-teki science, baik teka-teki teoritis maupun teka-teki eksperimental. Teka-teki teoritis (dalam paradigma Newtonian) meliputi perencanaan teknik matematik untuk menangani gerak suatu planet yang tergantung pada beberapa gaya tarik dan mengembangkan asumsi yang sesuai untuk penterapan hukum Newton pada benda cair. Teka-teki eksperimental meliputi perbaikan keakuratan observasi dan pengembangan teknik eksperimen sehingga mampu menghasilkan pengukuran yang dapat dipercaya. 

Dalam stage ini terdapat tiga fokus yang normal bagi penelitian science faktual, yaitu : 

a) Menentukan fakta yang penting. 

b) Menyesuaikan fakta dengan teori. Upaya menyesuaikan fakta dengan teori ini lebih nyata ketergantungannya pada paradigma. Eksistensi paradigma itu menetapkan dan menyususn masalah-masalah yang harus dipecahkan; seringkali paradigma itu secara implisit terlibat langsung di dalam desain peralatan yang mampu memecahkan masalah tersebut. 

c) Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja. 

Barangkali ciri yang paling menonjol dari masalah riset yang normal dalam stage ini adalah betapa sedikitnya masalah-masalah itu ditujukan untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru yang besar, yang konseptual atau yang hebat tetapi; normal science sasarannya adalah memecahkan teka-teki dan masalah-masalah science. Teka-teki tersebut harus ditandai oleh kepastian akan adanya pemecahannya dari paradigma. Jika ilmuan gagal memecahkan teka-teki science tersebut maka kegagalan tersebut merupakan kegagalan ilmu itu sendiri bukan kegagalan paradigma. Teka-teki yang tidak terpecahkan dipandang sebagai kelainan (anomali) bukan sebagai falsifikasi suatu paradigma. 

Dalam pemecahan teka-teki dan masalah science normal, jika dijumpai problem, kelainan, kegagalan (anomali) yang tidak mendasar, maka keadaan ini tidak akan mendatangkan krisis. Sebaliknya jika sejumlah anomali atau fenomena-fenomena yang tidak dapat dijawab oleh paradigma muncul secara terus menerus dan secara mendasar menyerang paradigma, maka ini akan mendatangkan suatu krisis. 

3. Krisis Revolusi 

Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan mengahsilkan penemuan-penemuan baru yang konseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru. 

Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-anomali tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada perubahan paradigma (revolusi). 

Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali tersebut : 

a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih menentang usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya. 

b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang mendesak. 

Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teori-teori baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis dan metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis dari posisi dubuis dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja. Sampai diterimanya suatu paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula. 

Setiap krisis selalu diawali dengan penngkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-kaidah riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul, setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui dengan tegas. 

Karya Lavoisier menyajikan kasus seperti itu. Notanya yang disegel diserahkan kepada akademi Prancis kurang dari satu tahun setelah studi pertamanya yang seksama tentang perbandingan Barat dalam teori Flegiston dan sebelum publikasi-publikasi Priestley secara tuntas menyingkap krisis dalam kimia pneumatic. Demikian halnya dengan Thomas Young tentang teori gelombang dari cahaya, muncul pada tahap awal sekali ketika krisis dalam optika sedang berkembang. 

Persaingan antara paradigma yang telah dianut dan paradigma rival yang muncul, menandai adanya kegawatan suatu krisis. Paradigma-paradigma yang bersaing akan memandang berbagai macam pertanyaan sebagai hal yang sah dan penuh arti dilihat dari masing-masing paradigma. Pertanyaan-pertanyaan mengenai beratnya phlogiston adalah penting bagi para ahli teori phlogiston, tetapi hampa bagi Lavoisier. Soal “aksi” pada suatu jarak yang tidak dapat diterangkan itu, diterima oleh kaum Newton, tetapi ditolak oleh kaum Cartesian sebagai hal yang metafisis bahkan gaib. Gerak tanpa sebab adalah mustahil bagi Aristoteles, tetapi dipandang sebagai aksiomatik bagi Newton. 

Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang berlainan dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam semesta ini terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi dan tidak berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah). Paradigma yang muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material yang sama. Kuhn beragumentasi bahwa, para penyususn paradigma baru (paradigma rival) hidup di dalam dunia yang berlainan. 

Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigmayang bersaing tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak ada argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma atas lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan perpindahan paradigma. 

Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain disamakan oleh Kuhn dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak sama sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama). 

Tidak adanya alasan logis yang memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan mengambil yang menjadi rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa : 

a) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori ilmiah. 

b) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip metafisik dan lain sebagainya yang berlainan. 

Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain : 

- Kesederhanaan 

- Kebutuhan sosial yang mendesak 

- Kemampuan memecahkan problem khusus 

- Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi. 

Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Kuhn, faktor-faktor yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal itulah Kuhn dianggap sebagai seorang Relativis. 

Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan inilah yang dimaksud oleh Kuhn sebagai revolusi science. Oleh karena itu, menurut Kuhn, perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner, yakni membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan bertentangan. Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas kemampuannya memecahkan masalah untuk masa depan. 

Melalui revolusi science inilah menurut Kuhn perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru dan berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding paradigma klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ektra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan. 

Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya walaupun berhasil mengatasi permasalahan itu revolusi besar dan kemajuan science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. 

Menurut Kuhn, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut. 




BAB III PENUTUP 

Kesimpulan 

Secara singkat pengertian pradigma adalah Keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh. 

Dengan mengacu pandangan Guba (1990) dan Denzin & Lincoln (1994) dapat disimpulkan paradigma adalah sistem keyakinan dasar yang berlandaskan asumsi ontologi, epistomologi, dan metodologi atau dengan kata lain paradigma adalah sistem keyakinan dasar sebagai landasan untuk mencari jawaban atas pertanyaan apa itu hakikat realitas, apa hakikat hubungan antara peneliti dan realitas, dan bagaimana cara peneliti mengetahui realitas. 




REFERENSI 

Khun (The Structure of Science Revolution) 

Denzin & Lincoln (1994) 

Guba (1990) 

Sedang Salim (2001) 

Ritzer (Sociology A Multiple Paradigm Science) (1975) Menurut Creswell (1994)

Categories: Share

Leave a Reply

Please, do not spam here